Nasib Petani Tergantung
Berkah Dari Langit
SIJUNJUNG-Masa empat
tahun bukan ruang waktu yang pendek. Bagi peternak Sapi, misalnya,
waktu sepanjang itu mampu meningkatkan populasi ternak untuk biaya naik
haji. Atau kalau ukurannya petani padi di Solok, empat tahun sudah
menikmati panen raya setidaknya 8 kali.
Berbeda nasibnya dengan petani di nagari
Sijunjung, khususnya mereka yang bermukim di jorong Tanah Bato,
nagari Sijunjung, kabupaten Sijunjung. Sepanjang masa itu, mereka hanya seperti
mengharapkan berkah dari langit. " Semua lahan disini adalah sawah
tadah hujan. Ini sudah empat tahun sawah tidak diolah karena kekeringan, "
kata tokoh pemuda setempat,Yosperi.
Bukan isu yang sedang diceritakan oleh Yosperi.
Faktanya, mungkin ratusan hektar, atau sesayup mata memandang, lahan sawah
masyarakat jorong Tanah Bato Nagari Sijunjung, kecamatan Sijunjung, rata
bagai padang tandus. Tanah sawah yang telah keras itupun ditumbuhi rumput
merangas. Tersebab posisi tanah sawah itu relatif datar, ada warga yang
bersiloroh sudah bisa dialih fungsi menjadi lapangan bola
Sementara, nun disana, titik pandang seperti berdinding
perbukitan yang hijau. " Itu kebun rakyat. Kebun karet. Kami disini sudah
beralih usaha dengan menakik (Meretas)
getah." ulas Suhaidi, pemuka masyarakat lainnya.
Bukan karena pertanian sawah tidak bisa
diharapkan,tetapi kekeringan terjadi karena tidak adanya pengairan. Warga
lalu menakik getah. Ada yang upahan dan sebagian bekerja diladangnya sendiri.
Sedangkan beras dibeli dari hasil menakik getah. Atau paling mujur, kalau ada
raskin diantarkan pemerintah.
Harapan Baru
Sentana warga Tanah Bato bersenandung tentang
infrastruktur pertanian yang kerap mengundang elegi, sekonyong-konyong
timbul pengharapan. Harapan itu khususnya dikaitkan dengan hasil
pemilihan wali nagari setempat yang dilaksnakan tanggal 23 Agustus 2013 lampau.
Masyarakat nagari Sijunjung ini, dipastikan
tidak salah memilih dengan munculnya Effendi sebagai pemenang. Effendi, wali nagari
terpilih, ternyata memang tipikal pemimpin yang visionir. Suami bidan desa
dengan tiga anak itu sudah memperlihatkan kemauan politiknya untuk membangun
nagari. Ia, sekalipun belum dilantik, telah memperlihatkan konmitmennya
untuk mensejahterakan rakyat. Gejala itu terlihat ketika ia membuka
komunikasi dengan banyak pihak guna membantu mengembangkan visi dan misinya.
Satu hal yang cukup mengangetkan, adalah ketika
ia berani betul "merampas" waktu anggota Komisi III DPRD Sumbar, Ir.
Bachtul, yang sedang melakukan perjalan dari Dharmasraya menuju Solok, Jum'at
(6/9). Tatkala melewati kawasan Tanjung Gadang, telepon anggota Komisi III itu
berdentang untuk memintanya mampir ke tanah lapang yang sesungguhnya adalah hamparan
sawah kering kerontang.
Bachtul, yang sepanjang hari itu bersama Israr
Jalinus, ST, koleganya sewaktu di Komisi III DPRD Sumbar, serta merta
menyambangi Nagari Lansek Manih itu." Saya banyak mendengar
kepedulian pak Bachtul. Bachtul suka memperjuangkan Irigasi di Solok, itu
sering saya dengar. Makanya saya mencegat beliau, " ucap Effendi.
Ia bahkan seperti menyesal kenapa baru sekarang
berani menghubungi Bachtul. Tapi penyesalannya itu, seperti tertutup oleh alibi,
bahwa wakil rakyat yang aspiratif itu, duduk di DPRD Sumbar, tidak berasal
dari daerah pemilihan Sijunjung. " Sekalipun pak Bachtul bukan dari dapil
Sijunjung, saya tidak mau tahu. Menurut
saya, ketika sudah berada di gedung
dewan, visinya tentu ke seluruh Sumbar, tidak harus terkotak-kotak
memikirkan dapilnya saja. Dalam membangun, wakil rakyat di Propinsi harusnya utuh
menjangkau kepentingan rakyat Sumbar," ucapnya berdalih.
Karena argumentasi itu, Wali nagari terpilih
yang akan dilantik pada tanggal 23 Semptember ini, mengaku belum terlambat
menyampaikan harapan baru. " Masih ada kesempatan untuk mengadu,"
ulasnya.
Kepada Bachtul, Effendi kemudian menuturkan
harapan warganya agar bagaimana ratusan hektar sawah tadah hujan itu bisa
disulap menjadi lahan sawah beririgasi teknis. " Sebenarnya sumber air
banyak di bukit Mangun itu, " kata Effendi sambil menunjuk bukit yang
merupakan hutan karet
Ia menyebutkan, sumber sumber air untuk irigasi cukup banyak. Bila sumber air di bukit
Mangun di kelola dengan cara membuat bak penampungan atau recervoar, kemudian disalurkan dengan pipa ke areal sawah,
dipastikan budidaya dapat dilakukan secara normal.
" Petani bisa turun ke sawah setidaknya
sekali setahun, bila dibangun irigasi. Jaraknya sekitar 5 Kilometer untuk
mencapai persawahan. Dengan pipa saja disalurkan itu sudah sangat membantu,
tetapi memang perlu bak penampungan, " jelas Effendi.
Yosperi ikut memyakinkankan, bila untuk membuat
embung sebagai penampung air memerlukan biaya tinggi, sekurangnya pemerintah
memprioritaskan bak penampungan dan saluran pipa. " Soal pembebasan lahan,
tidak ada masalah bagi rakyat bila lahan mereka dialiri air irigasi, "
jelas Yosperi berapi-api.
Terhadap kebutuhan itu, Bachtul
tidak ingin meninggalkan janji. Tetapi secara teknis, kata dia, kebutuhan air
bagi budidaya pertanian di Tanah Bato memang sangat vital.Ia memprediksi dengan
anggaran sebesar Rp 500 juta, petani di nagari Sijunjung akan kembali
bertani seperti biasa. " Kita upayakan mendapatkan program irigasi. Mudah-mdahan
masuk dalam APBD tahun 2014. Soal bagaimana teknis salurannya, apakah dengan
pipa atau saluran permanen, itu nanti tim teknis saja yang menentukannya,
" ucap Bachtul yang sekaligus adalah calon anggota DPR-RI nomor urut 1
dengan partai Nasdem