Selasa, 10 September 2013

Sawah Tanah Bato Sijunjung Terlantar

Nasib Petani  Tergantung Berkah Dari Langit

SIJUNJUNG-Masa empat  tahun bukan ruang waktu yang pendek. Bagi peternak Sapi, misalnya,  waktu sepanjang itu mampu meningkatkan populasi ternak untuk biaya naik haji.  Atau kalau ukurannya petani padi di Solok, empat tahun sudah menikmati panen raya setidaknya 8 kali.
Berbeda nasibnya  dengan petani di nagari Sijunjung, khususnya  mereka yang bermukim di jorong Tanah  Bato, nagari Sijunjung, kabupaten Sijunjung. Sepanjang masa itu, mereka hanya seperti   mengharapkan berkah dari langit. " Semua lahan disini adalah sawah tadah hujan. Ini sudah empat tahun sawah tidak diolah karena kekeringan, " kata tokoh pemuda setempat,Yosperi.
Bukan isu yang sedang diceritakan oleh Yosperi. Faktanya, mungkin ratusan hektar, atau sesayup mata memandang, lahan sawah masyarakat  jorong Tanah Bato Nagari Sijunjung, kecamatan Sijunjung, rata bagai padang tandus. Tanah sawah yang telah keras itupun ditumbuhi rumput merangas. Tersebab posisi tanah sawah itu relatif datar, ada warga  yang bersiloroh sudah bisa dialih fungsi menjadi lapangan bola
Sementara, nun disana, titik pandang seperti berdinding perbukitan yang hijau. " Itu kebun rakyat. Kebun karet. Kami disini sudah beralih usaha dengan  menakik (Meretas) getah." ulas Suhaidi, pemuka masyarakat lainnya.

Bukan karena pertanian sawah tidak bisa diharapkan,tetapi kekeringan terjadi karena tidak adanya  pengairan. Warga lalu menakik getah. Ada yang upahan dan sebagian bekerja diladangnya sendiri. Sedangkan beras dibeli dari hasil menakik getah. Atau paling mujur, kalau ada raskin diantarkan pemerintah.
Harapan Baru
Sentana warga Tanah Bato bersenandung tentang  infrastruktur pertanian yang kerap mengundang elegi, sekonyong-konyong timbul pengharapan. Harapan itu khususnya  dikaitkan dengan hasil pemilihan wali nagari setempat yang dilaksnakan tanggal 23 Agustus 2013 lampau.
Masyarakat nagari Sijunjung ini, dipastikan tidak salah memilih dengan munculnya Effendi  sebagai pemenang.  Effendi, wali nagari terpilih, ternyata memang tipikal pemimpin yang visionir. Suami bidan desa dengan tiga anak itu sudah memperlihatkan kemauan politiknya untuk membangun nagari. Ia, sekalipun belum dilantik,  telah memperlihatkan konmitmennya untuk mensejahterakan rakyat. Gejala itu terlihat ketika ia  membuka komunikasi dengan banyak pihak guna membantu mengembangkan visi dan misinya.
Satu hal yang cukup mengangetkan, adalah ketika ia berani betul "merampas" waktu anggota Komisi III DPRD Sumbar, Ir. Bachtul, yang sedang melakukan perjalan dari Dharmasraya menuju Solok, Jum'at (6/9). Tatkala melewati kawasan Tanjung Gadang, telepon anggota Komisi III itu berdentang untuk memintanya mampir ke tanah lapang yang sesungguhnya adalah hamparan sawah kering kerontang.  
Bachtul, yang sepanjang hari itu bersama Israr Jalinus, ST,  koleganya sewaktu di Komisi III DPRD Sumbar, serta merta  menyambangi Nagari Lansek Manih itu." Saya  banyak mendengar kepedulian pak Bachtul. Bachtul suka memperjuangkan Irigasi di Solok, itu sering saya dengar. Makanya saya mencegat beliau, " ucap Effendi.

Ia bahkan seperti menyesal kenapa baru sekarang berani menghubungi Bachtul. Tapi penyesalannya itu, seperti tertutup oleh alibi, bahwa  wakil rakyat yang aspiratif itu, duduk di DPRD Sumbar, tidak berasal dari daerah pemilihan Sijunjung. " Sekalipun pak Bachtul bukan dari dapil Sijunjung,  saya tidak mau tahu. Menurut saya,  ketika sudah berada di gedung dewan,  visinya tentu  ke seluruh Sumbar, tidak harus terkotak-kotak memikirkan dapilnya saja. Dalam membangun, wakil rakyat di Propinsi harusnya utuh menjangkau kepentingan rakyat Sumbar," ucapnya berdalih.
Karena argumentasi itu, Wali nagari terpilih yang akan dilantik pada tanggal 23 Semptember ini, mengaku belum terlambat menyampaikan harapan baru. " Masih ada kesempatan untuk mengadu," ulasnya.
Kepada Bachtul, Effendi kemudian menuturkan harapan warganya agar bagaimana ratusan hektar sawah tadah hujan itu bisa disulap menjadi lahan sawah beririgasi teknis. " Sebenarnya sumber air banyak di bukit Mangun itu, " kata Effendi sambil menunjuk bukit yang merupakan hutan karet
Ia menyebutkan, sumber sumber air untuk  irigasi cukup banyak. Bila sumber air di bukit Mangun di kelola dengan cara membuat bak penampungan atau recervoar, kemudian disalurkan dengan pipa ke areal sawah, dipastikan budidaya dapat dilakukan secara normal.
" Petani bisa turun ke sawah setidaknya sekali setahun, bila dibangun irigasi. Jaraknya sekitar 5 Kilometer untuk mencapai persawahan. Dengan pipa saja disalurkan itu sudah sangat membantu, tetapi memang perlu bak penampungan, " jelas Effendi.
Yosperi ikut memyakinkankan, bila untuk membuat embung sebagai penampung air memerlukan biaya tinggi, sekurangnya pemerintah memprioritaskan bak penampungan dan saluran pipa. " Soal pembebasan lahan, tidak ada masalah bagi rakyat bila lahan mereka dialiri air irigasi, " jelas Yosperi berapi-api.
Terhadap kebutuhan  itu, Bachtul tidak ingin meninggalkan janji. Tetapi secara teknis, kata dia, kebutuhan air bagi budidaya pertanian di Tanah Bato memang sangat vital.Ia memprediksi dengan anggaran  sebesar Rp 500 juta, petani di nagari Sijunjung akan kembali bertani seperti biasa. " Kita upayakan mendapatkan program irigasi. Mudah-mdahan masuk dalam APBD tahun 2014. Soal bagaimana teknis salurannya, apakah dengan pipa atau saluran permanen, itu nanti tim teknis saja yang menentukannya, " ucap Bachtul  yang sekaligus  adalah calon anggota DPR-RI nomor urut 1 dengan partai Nasdem

Tidak ada komentar:

Posting Komentar